Selasa, 30 Maret 2010

Berprasangka Buruk Kepada Allah

Akhlak adalah sebagai sifat yang tertanam dalam jiwa manusia, sehingga dia akan muncul secara spontan bilamana diperlukan, tanpa memerlukan pemikiran atau pertimbangan lebih dahulu, serta tidak memerlukan dorongan dari luar. ( Yunahar Ilyas, 2000: 2). Sedangkan akhlak madzmumah definisi singkatnya adalah akhlak tercela atau buruk, baik dilihat dari sikap, perilaku dan ucapan yang bertentangan dengan ajaran islam.

Sangat banyak sekali macam atau jenis akhlak ini. Akan tetapi saya akan mencoba untuk mengidentifikasi salah satu saja contoh dari akhlak madzmumah ini. Dengan mengambil judul, Berprasangka Buruk Kepada Allah.

Kehidupan ini, tidak jauh dengan yang namanya cobaan atau ujian kehidupan. Dari kekurangan materi, perselisihan rumah tangga, pertengkaran dengan sahabat atau teman, penyakit yang tidak kunjung sembuh dan lain sebagainya. Secara tidak kita sadari, terkadang yang terlintas dibenak kita adalah bahwa Allah tidak adil. Dengan memberi cobaan yang sangat berat kepada dirinya. Dia tidak mengetahui kenapa nasib yang seperti ini ditimpakan kepadanya. Terlintas kembali pikirannya, bahwa Allah tidak adil. Yang banyak kita jumpai sampai dia melakukan bunuh diri. Karena merasa tidak tahan dengan keadaan yang sedang dialaminya. Dan bunuh diri adalah jalan yang terbaik.

Dalam Surat Al Fath ayat 6 Allah berfirman, artinya : “dan Dia mengadzab orang – orang munafik laki – laki dan perempuan dan (juga) orang – orang musyrik laki – laki dan perempuan yang berprasangka buruk terhadap Allah. Mereka akan mendapat giliran (azab) yang buruk, dan allah murka kepada mereka dan mengutk mereka, serta menyediakan neraka Jahanam bagi mereka. Dan (neraka jahanam) itu seburuk – buruk tempat kembali.” Berarti sudah jelas bahwasanya ada larangan dalam Al Qur’an tentang berprasangka buruk sama Allah.

Dapat dicontohkan dengan : ada seorang pemuda, sebut saja I. Sejak berusia 14 tahun, dia bekerja keras bersama bapaknya banting tulang demi kelangsungan kehidupan dirinya dan keluarganya. Awal mulanya, dia melakukan karena ingin sekali membantu orang tuanya. Lambat laun, dia merasa jenuh dengan pekerjaan yang dilakukannya. Dia selalu melihat, teman – temannya bisa melanjutkan sekolahnya. Sedangkan dia tidak, dia bekerja bersama ayahnya untuk mendapatkan sesuap nasi. Pada waktu itu, dia masih sholat fardlu 5 waktu. Karena dia merasa bahwa Allah tidak adil, dengan tidak memberinya kesempatan untuk melanjutkan sekolahnya, dia harus bekerja dan tidak bisa merasakan apa yang dirasakan teman - temannya.

Akhirnya dia mulai salah pergaulan. Dan karena prasangka buruknya kepada Allah dia meninggalkan sholat fardlu 5 waktu. Kenapa sholat? Toh Allah tidak memberi apa yang dimintanya selama dia berdoa. Selanjutnya dia malah mengenal yang namanya sabu – sabu. Dia ditangkap polisi untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya. Selama 6 bulan dia berada di lembaga permasyarakatan. Disana dia diberi pencerahan, agar tidak lagi melakukan itu. Yaitu memakai sabu – sabu.

Setelah keluar dari lembaga itu, sama orangtuanya dia dipindahkan untuk bersama neneknya yang berada di Pacitan. Bertujuan agar dia bisa lebih tenang. Tapi apa yang terjadi, ternyata masyarakat di lingkungannya mengetahuinya sebagai mantan napi. Dan akhirnya dia dijauhi oleh masyarakat sekitar. Dia tidak merasa mempunyai teman. Bukannya tenang yang didaptkan tapi cemoohan yang didapatkan. Karena merasa tidak kuat, akhirnya dia mengambil keputusan untuk mengakhiri hidupnya. Merasakan bahwa dia adalah sampah masyarakat, yang tidak berguna, dll.

Dapat diambil kesimpulan bahwa ketika kita berprasangka buruk kepada Allah, Dia akan menimpakan lebih banyak lagi hal – hal yang membuat kita makin merasa tidak kuat menerima semua kenyataan yang ada. Akan tetapi, ketika cobaan itu datang dan berprasangka baik kepadaNya bukan kesialan yang didapatkan. Akan tetapi ilmu yang bermanfaat dan kita akan ditingkatkan derajatnya. Seperti dalam hadist nabi yang artinya : “Sesungguhnya, seorang hamba jika sudah ditetapkan oleh allah dengan sebuah kedudukan di sisi Nya yang tidak akan pernah bisa dicapai dengan perbuatannya, maka Allah akan mengujinya dengan ujian yang menimpa dirinya, hartanya atau anak-anaknya. Kemudian hamba tersebut bersabar atas ujian tersebut sehingga mencapai pada kedudukan yang sudah ditetapkan Allah Ta’ala kepadanya. (HR. Abu Dawud dan dishahihkan oleh Al Albani)

Dan di dalam Al Qur’an juga dijelaskan bahwasanya semua itu sesuai dengan kemampuanya. Yang terdapat dalam Surat Al Baqoroh ayat 233, yang berbunyi :

..........لا تكلف نفس الا وسعها........

Artinya : “......seseorang tidak dibebani melainkan menurut kadar sesanggupannya....”

Kemudian juga terdapat pada Surat Al Baqoroh ayat 286, yang artinya : “Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya. Dia mendapat (pahala) dari (kebajikan) yang dikerjakannya dan dia mendapat (siksa) dari (kejahatan) yang diperbuatnya.....”

Dan masih banyak lagi ayat – ayat Al Qur’an yang berisi tentang agar selalu berprasangka baik terhadaptNya. Karena dengan selalu berprasangka baik kepadaNya, Allah akan melipat gandakan kenikmatan yang kita dapatkan. Apalah guna prasangka buruk itu, toh akhirnya menjadikan hidup ini tak berarti dan bermanfaat yang ujung – ujungna adalah masuk ke neraka.

“Segala sesuatu di dunia ini adalah pelajaran, bagi siapa yang mau berfikir.”

Referensi :

Al – Qur’an

Mu’is, Fahrur. 2007. Bahagia Saat Sakit Motivasi Penguat Jiwa Saat Sakit Menimpa. Kartosuro : Pustaka Iltizam

Studi Islam.

2 komentar:

  1. nais phost sis, prasangka baik pada diri sendiri dan orang lain aja harus, pa lagi ma ALlah :) ...

    BalasHapus
  2. he em..
    ternyata islam tu sangat damai..apabila mau berfikir dgn baik, tanang, n mau mengambil yg positif... :D
    maksih put..

    BalasHapus